Selasa, 15 May 2012 02:44
JATUHNYA SUKHOI SUPERJET 100
JAKARTA, HALUAN — Seperti diberitakan harian Moskovskiy Komsomolets
yang terbit di Rusia, Sukhoi Superjet 100 yang mengalami kecelakaan di
Gunung Salak sebenarnya, Rabu (9/5) lalu tidak dijadwalkan melakukan
demo terbang di Indonesia. Yang seharusnya melakukan demo itu adalah
pesawat yang sama seperti yang terbang di Kazakhstan dan Pakistan.
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang demo terbang di
Kazakhstan dan Pakistan memiliki nomor registrasi 97005, sementara yang
mengalami kecelakaan di Gunung Salak punya nomor 97004. Sampai sekarang,
alasan pergantian pesawat ini masih misteri.
“Kenapa digantikan, saya tak bisa mengatakan. Tapi, jika
tak diizinkan melanjutkan demo terbang, maka seharusnya ada
penyebabnya,” ujar seorang sumber seperti dikutip Moskovskiy Komsomolets.
Sebelumnya muncul asumsi bahwa Superjet yang mengalami
kecelakaan di Gunung Salak adalah pesawat yang sama seperti yang terbang
di Kazakhstan dan Pakistan dalam bagian pertama tur promosinya.
Kecelakaan itu menewaskan sedikitnya 45 orang, termasuk delapan warga
Rusia.
Juru bicara Sukhoi Civil Aircraft, Olga Kayukova,
mengakui hal tersebut. Menurutnya, Sukhoi Superjet 100 itu bukanlah
pesawat yang sama seperti yang menjalani tur promo pertama di Kazakhstan
dan Pakistan.
Kayukova menyatakan pesawat model pertama sudah kembali ke Moskow setelah menjalani demo terbang di Kazakhstan.
“Untuk menjalani tes,” katanya tanpa memberikan penjelasan lebih panjang soal penyebabnya, Senin (14/5) di Jakarta.
Tapi, dia menambahkan bahwa pesawat kedua itu berada dalam kondisi teknik yang sempurna sebelum terbang.
Boleh Manuver
Sementara itu, Sukhoi Superjet 100 yang menabrak tebing di Gunung Salak mengantongi izin demo flight
di Indonesia. Dengan izin itu, pilot pesawat boleh melakukan
manuver-manuver dalam penerbangan tersebut. Demikian diungkapkan oleh
Sunaryo dari PT Trimarga sebagai agen Sukhoi di Indonesia, Senin di
Jakarta.
“Di dalam surat perizinan dari pihak Rusia mengatakan adanya starting demo dan flight demo,” ujar Sunaryo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Karena izin yang dikantongi itu flight demo, Sukhoi meminta PT Trimarga mengundang pihak aviation di Indonesia untuk turut dalam penerbangan itu. Setiap penumpang pun diasuransikan sebesar US$50 ribu.
“Pengertian dari pihak Rusia dan kita, flight demo bukan seperti yang kita ketahui bersama, sekadar terbang. Kalau flight demo kita berikan momen-momen dan manuver-manuver. Sehingga mereka mengundang pihak aviation menggunakan SSJ 100,” jelasnya.
Namun, Sunaryo mengaku tak tahu apakah pilot Aleksander
Yablontsev melakukan manuver sebelum pesawat buatan Rusia itu menabrak
tebing. Soal itu, kata dia, hanya pilot dan menara kontrol penerbangan
bandara yang tahu.
“Pihak pilot dengan ATC mesti ada kontaknya, itu KNKT yang bisa buka semuanya,” ujar dia.
Yang disesalkan Sunaryo adalah mengapa manifes penumpang Sukhoi naas itu terbawa rekannya yang ikut terbang dalam joy flight kedua tersebut.
“Karena seharusnya manifes itu orang ground yang bawa. Itu yang saya ketahui,” tutur dia.
PT Trimarga Rekatama sendiri enggan berspekulasi
mengenai dugaan pilot pesawat Sukhoi Superjet 100, Alexander Yablontsev,
melakukan manuver sebelum akhirnya menabrak tebing Gunung Salak.
Sunaryo menjelaskan, komunikasi antara pemandu lalu
lintas udara atau Air Traffic Control (ATC) dengan pilot Alexander
Yablontsev sudah berjalan. Karena izin yang disampaikan ke Kementerian
perhubungan dalam level area yang telah diketahui dalam flight plan kepada ATC.
Sudah Diperiksa
Sebanyak 22 kantong jenazah korban kecelakaan pesawat
Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, yang dibawa tim evakuasi sudah
diperiksa di Rumah Sakit Polri Said Sukanto Kramat Jati, Jakarta.
“Sampai dengan tadi malam tim Disaster Victim
Identification (DVI) Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 22
kantong jenazah. Ternyata dari 22 kantong tersebut berisi 18 berisi body parts dan empat properti,” kata Kepala Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Brigjen Pol Agus Prayitno di Jakarta, Senin.
Pada Senin kemarin ada tiga kantong jenazah kembali tiba
di Rumah Sakit Polri yang dievakuasi dari Gunung Salak dan tiba di
bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta sekitar pukul 08.05 WIB.
“Kemudian tadi pagi (Senin kemarin) datang lagi tiga kantong jenazah yang saat ini sedang dilakukan pemeriksaan post mortem,” kata Agus.
Agus menambahkan bahwa sejak semalam tim DVI telah
melakukan evaluasi dan pengolahan data yang telah dilakukan dari
pemeriksaan post mortem untuk hari pertama dan hari kedua.
“Data-data dari pemeriksaan post mortem inilah yang akan
direkonsiliasi dari data antemortem untuk menentukan identifikasi dari
pada korban tersebut,” katanya.
Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokes) Polri telah
mulai bekerja sejak pengambilan sampel DNA terhadap keluarga korban.
Saat ini laboratorium DNA sudah mulai mencocokan dengan potongan jasad
korban yang diperoleh.
“Kita berharap semua ini tidak berlangsung lama kita
akan berkerja secara maksimal, yang jelas, setiap kali ada kantong
jenazah datang langsung dikerjakan,” kata Agus.
Kritik Tayangan Televisi
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat
banyak menerima keluhan dari masyarakat terkait tayangan televisi
tentang penayangan evakuasi korban kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet
100 di Gunung Salak.
“Kami banyak menerima aspirasi dari masyarakat melalui
Facebook, SMS dan email yang mengeluhkan tayangan evakuasi korban
pesawat Sukhoi,” kata Komisioner KPID Jawa Barat Bidang Isi Siaran
Nursyawal, di Kota Bandung, Senin.
Nursyawal menuturkan, dalam keluhan yang masuk ke KPID
Jabar masyarakat menilai tayangan tentang evakuasi korban tersebut di
televisi tidak etis.
“Seperti tayangan yang mengambilkan gambar jenazah korban. Masyarakat menilai itu tidak perlu diperlihatkan,” kata dia.
Pihaknya mengatakan, tayangan seperti itu dinilai akan makin membuat pihak keluarga korban akan semakin sedih.
Frekuensi Lama
Sementara itu, pakar telematika Roy Suryo mengatakan
sistem komunikasi yang digunakan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh
di kawasan Gunung Salak Kabupaten Bogor menggunakan frekuensi lama.
Pasalnya, di dunia penerbangan sistem komunikasi sudah
menggunakan peralatan yang memiliki frekuensi 406. Sedangkan alat
komunikasi yang ditemukan berfrekuensi 105.
Kotak komunikasi ini ditemukan tim Basarnas yang berada
di titik bangkai pesawat. Semula kotak ini disebut-sebut sebagai kotak
hitam.
“Sistem komunikasi dengan frekuensi 105 saat ini hanya
digunakan oleh peralatan sekolah penerbangan. Aneh juga kalau pesawat
secanggih sukhoi menggunakan sistem komunikasi ini,” jelas Roy Suryo.
Roy juga mengatakan kemungkinan karena menggunakan frekuensi 105
inilah, pesawat tidak terdeteksi oleh satelit di Singapura. “Jadi sangat
mungkin pesawat kehilangan kontak. Indonesia ini sudah menggunakan
frekuensi 406, jadi sekalipun di pegunungan tetap bisa terpantau,” ujar
Roy. (h/naz/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar