Kamis, 21 Juni 2012

Ketika Caleg Dimodali


Muhamad Mustaqim ; Dosen STAIN Kudus,
Aktif pada Kajian Sosial The Conge Institute Kudus
Sumber :  SUARA MERDEKA, 20 Juni 2012 

GAGASAN Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menarik perhatian dunia politik. Partai baru kontestan Pemilu 2014 itu siap memodali tiap calon anggota legislatif  (caleg)-nya Rp 5 miliar-Rp 10 miliar. Hal ini berbeda dari realitas politik kepartaian selama ini mengingat umumnya caleglah yang  memodali pembiayaan partai. Artinya, untuk bisa menjadi seorang caleg, kader harus membayar mahar ke partai.

Muncul anggapan Nasdem kurang pede terhadap eksistensinya sebagai partai baru sehingga harus didongkrak oleh mobilitas caleg dalam pemenangan dirinya, yang otomatis memberikan suara terhadap partai. Fenomena ini sekaligus mengindikasikan Nasdem tidak mempunyai figur andalan yang mampu menarik suara masyarakat.
Terlepas dari semua itu, Nasdem punya syahwat politik besar dalam pemenangan Pemilu 2014, minimal untuk mencapai parliamentary threshold yang persentasenya kini lebih besar ketimbang Pemilu 2009. Kecenderungan parpol memodali caleg boleh menjadi sesuatu yang sah dalam berpolitik asal ada transparansi akuntabilitas anggaran kendati ada beberapa kemungkinan yang terjadi.

Pertama; ada semacam utang politik caleg kepada parpol, yang berdampak pada tersanderanya caleg itu. Nantinya caleg harus menuruti semua orientasi parpol, meskipun tidak sesuai dengan nurani dan prinsip idealnya. Jika hal ini terjadi, alih-alih caleg akan memperjuangkan rakyat dan konstituennya namun lebih mengabdi pada parpol yang telah memodalinya.

Kedua; indikasi utang politik berimplikasi harus membayar, dan bukan tidak mungkin ia akan memanfaatkan jabatan supaya bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya uang demi melunasi ”utangnya” kepada partai. Bukankah akhir-akhir ini banyak anggota DPR korupsi berjamaah demi kepentingan atau mengatasnamakan partai?

Sistem Seleksi

Ketiga; secara positif memunculkan caleg berkualitas. Artinya parpol tidak akan salah pilih memodali caleg yang punyai kemampuan dan jiwa kenegarawan tinggi, dan mampu berkontestasi dengan caleg yang lebih didominasi pemodal atau orang kaya.

Ini boleh jadi membawa angin segar terhadap kualitas wakil rakyat kita meskipun argumentasi pertama dan kedua yang penulis sebut tetap berlaku. Sejauh ini, sistem politik kita masih memberikan kuasa cukup besar kepada partai. Parpol masih memiliki dominasi kuat atas sistem perekrutan caleg dalam pemilu. Tak heran parpol sering melirik tokoh populer, seperti artis dan selebritis untuk mendongkrak suara dalam pemilu. Pada Pemilu 2009 misalnya, banyak anggota DPR berasal dari kalangan artis. Hal ini tampaknya jauh dari kompetensi sebagai politikus dan wakil rakyat. Selain itu, banyak juga dari pengusaha, dengan kepemilikan dana besar yang bisa mendukung pemenangan dalam pemilu.

Akibatnya sistem seleksi caleg berkesan lebih menonjolkan popularitas dan kekayaan, sedangkan aspek sumber daya dan kompetensi hanya sebagai pelengkap. Gagasan parpol memodali caleg tampaknya itu bisa menjadi format baru sistem perekrutan caleg dan kader partai yang lebih baik kualitasnya, dengan catatan parpol itu membuktikan diri populis, lebih menghamba pada kepentingan rakyat.

Yang perlu dicatat, parpol bukan lembaga bisnis yang bertujuan mencari untung melainkan kristalisasi kepentingan bersama rakyat dalam berpolitik. Partai hanya menjadi kendaraan politik dalam mewujudkan kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Ke depan, kita butuh sistem politik yang memberikan atmosfer bagi pemberdayaan masyarakat dalam berpolitik melalui partai. Bila sudah berdaya dan bervisi misi dengan lebih jelas maka tidak menjadi masalah ketika parpol memodali calegnya.
( http://budisansblog.blogspot.com)

Rabu, 20 Juni 2012

Sejarah


Belajar dari sejarah

Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian pada masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian pada masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.

[sunting]Referensi

‘Konspirasi’ Mei 1998: Kisah Para ‘Brutus’ di Sekitar Jenderal Soeharto (2)

In Historia, Politik on May 23, 2012 at 10:48 AM
APAKAH orang-orang yang oleh Jenderal Soeharto tak ingin diterima dan dijumpai lagi, setelah lengser, bisa dianggap bagaikan Brutus bagi mantan Presiden kedua Republik Indonesia itu? Sejauh yang bisa dicatat, Soeharto tak pernah terbuka mengatakan keengganannya terhadap orang-orang yang masuk ‘daftar hitam’. Namun, ada orang-orang tertentu yang memang tak lagi diterima kedatangannya seperti sediakala di Jalan Cendana. Dua di antaranya adalah Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita dan Menteri Perumahan Rakyat Akbar Tandjung, yang pada 20 Mei 1998 bersama duabelas menteri bidang ekonomi lainnya mengajukan surat menyatakan tak bersedia ikut dalam kabinet reformasi yang akan dibentuk Presiden Soeharto.

JENDERAL SOEHARTO SETELAH MENGUNDURKAN DIRI. “Ketidaksetiaan, kalau hanya berasal dari seorang atau dua orang menteri yang kurang kunci kedudukannya, mungkin tidak akan berakibat fatal. Sedangkan semangat besar Soeharto bagi pertumbuhan ekonomi, yang data statistiknya mengisi pidato-pidatonya, mungkin sekali menimbulkan kesakitan yang dirasakannya, meningkat akibat ambruknya pembangunan kesayangannya serta murtadnya mereka yang justru dipercayainya untuk memulihkan ekonomi itu”. (Foto Daily Telegraph)
Dalam sudut pandang hitam-putih, di mata Soeharto, sebelas menteri ini bagaikan awak kapal yang meloncat awal saat menduga kapal akan karam, dan bukannya lebih dulu ikut mencoba menyelamatkan kapal. Meminjam uraian Donald K. Emerson dalam buku ‘Indonesia Beyond Soeharto’ (Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2001, edisi bahasa Indonesia), bagi Soeharto, pembelotan para menteri pada 20 Mei merupakan pukulan terakhir, atau penutupan pintu terakhir. Pada malam hari itu juga setelah menerima laporan tentang surat Ginandjar dan kawan-kawan itu dari Saadilah Mursjid, Soeharto memutuskan untuk berhenti dan melaksanakan niat itu esok harinya, meski sempat meminta Habibie ‘membujuk’ mereka.
Pukulan lain, sebelumnya diterima Soeharto dari Harmoko –yang oleh Indonesianis William Liddle disebut sebagai “pembantu lama dan setia dari Soeharto”– yang dalam tempo kurang dari tiga bulan telah memainkan dua lakon berbeda. Pada tanggal 10 Maret 1998, sebagai Ketua MPR, Harmoko sukses mengendalikan Sidang Umum MPR untuk memperpanjang masa kepresidenan Soeharto sekali lagi, untuk periode 1998-2003. Presiden Soeharto yang beberapa kali sebelumnya –sejak pidato miris sejak 10 tahun sebelumnya di acara HUT Golkar 1987–melakukan ‘duga dalamnya air’ dengan pernyataan-pernyataan seakan tak terlalu menghendaki lagi terus menerus dipilih sebagai Presiden RI, ‘berhasil diyakinkan’ Akan tetapi dalam suatu keterangan pers di sore hari 18 Mei 1998 dari mulut Harmoko pula keluar kalimat “Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”. Pernyataan ini disambut gegap gempita oleh massa mahasiswa yang telah menduduki halaman gedung MPR/DPR itu. Keberhasilan massa mahasiswa menduduki gedung perwakilan rakyat itu, tak terlepas dari kesempatan yang diberikan Jenderal Wiranto, Panglima ABRI kala itu. Peran Wiranto ini, menjadi suatu cerita tersendiri lainnya.
Kesetiaan bagai selembar kertas tisu. APAKAH kesetiaan Harmoko kepada Soeharto yang telah mengangkat posisi dan karir politiknya ke tempat yang begitu tinggi, memang hanya setipis dan serapuh selembar kertas tisu? Mungkin saja, tapi yang jelas, Harmoko juga tertekan oleh situasi makin meningkatnya gerakan perlawanan yang menuntut Presiden Soeharto turun tahta. Hanya beberapa hari sebelum pernyataan pers itu, rumah keluarga Harmoko di Solo dibakar massa. Agaknya ini yang menambah ‘ketakutan’ Harmoko, sehingga balik badan ikut arus. Dalam percakapan politik sehari-hari sebelumnya, Harmoko tergambarkan memiliki kesetiaan, atau tepatnya kepatuhan berkadar tinggi kepada Soeharto sehingga bisa melakukan apapun untuk sang pemimpin. Saat menjadi Menteri Penerangan beberapa periode ia melakukan safari ke mana-mana untuk sang Bapak Pembangunan dan menjadi juru bicara yang ‘terbaik’ bagi sang pemimpin. Dan menciptakan kelompencapir segala macam buat sang Presiden. Untuk itu, namanya sampai dijadikan akronim bagi “Hari-hari Omong Kosong”. Sebuah pertanyaan dalam humor politik yang beredar berbunyi “Kenapa rambut Harmoko belah miring?”, dan mendapat jawaban “Sesuai petunjuk bapak Presiden”.
Harmoko sepanjang yang bisa diketahui, termasuk di antara deretan orang yang tak lagi mau diterima dan ditemui Soeharto. Tetapi menurut buku yang menjadikan Harmoko sebagai narasumber utama, ‘Berhentinya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Harmoko’ (Firdaus Syam, Penerbit Gria Media Prima, 2008) yang terbit setelah meninggalnya Soeharto, saat mantan Presiden itu menjelang kematian di Rumah Sakit, Harmoko datang bersama santri pondok pesantren Al Barokah Nganjuk untuk mendoakan. BJ Habibie dalam pada itu, saat datang menjenguk Soeharto di Rumah Sakit tak diberi kesempatan oleh pihak keluarga untuk menemui Soeharto. Apa salah BJ Habibie? Ketika Presiden Soeharto menyampaikan niatnya untuk lengser, ia memaksudkan mundur satu paket bersama Wakil Presiden BJ Habibie. Namun, saat Soeharto mengutarakan rencana ini ke BJ Habibie, ia ini dengan sigap menukas, bahwa bila Presiden mengundurkan diri, menurut konstitusi, dengan sendirinya Wakil Presiden naik menggantikan. Sejak itu Soeharto tak mau lagi menyapa Habibie. Sewaktu berjalan ke ruangan Istana tempat akan menyampaikan keputusannya mengundurkan diri, Soeharto melewati Habibie tanpa menoleh dan menyapa sedikitpun. Habibie menceritakan kemudian, ia sangat sakit hati diperlakukan seperti itu oleh Soeharto.
Tokoh lain yang tak pernah bisa menemui Soeharto lagi sampai akhir hayatnya, adalah Ginandjar Kartasasmita. Mantan Wakil Presiden Sudharmono berkali-kali mencoba mengusahakan mempertemukan Ginandjar dengan Soeharto, tapi Soeharto tak pernah mengabulkan. Ini berbeda dengan Akbar Tandjung, yang pada salah satu Idul Fitri bisa dipertemukan oleh Sudharmono untuk bersilaturahmi dengan Soeharto. Agaknya, Soeharto masih memberi kategori berbeda di antara keduanya. Akbar Tandjung tidak pernah menjadi lingkaran dalam, sementara Ginandjar sempat menjadi salah satu di antara golden boys dan masuk lingkaran dalam, sehingga lebih tak terampunkan pembelotannya.
Secara manusiawi, perlu juga dipahami bahwa apa yang dilakukan Harmoko atau Ginandjar Kartasasmita yang dengan cepat ikut arus bah anti Soeharto, buru-buru melompat dari kapal yang akan karam, tak lain adalah bagian dari survival of the fittest di arena politik dan kekuasaan. Juga, sambil menyelam minum air, dalam artian menyelamatkan diri sambil memesan tempat dalam barisan reformasi. Tidak peduli akan digolongkan kaum Brutus atau sebaliknya sekedar sebagai batu pijakan reformasi atau syukur-syukur ikut dianggap jadi pahlawan bagi era reformasi. Inilah yang disebut seni akrobat politik. Mereka yang kurang gesit, dan mungkin agak gugup dan rada ‘bodoh’ atau kurang pintar, cenderung memilih tiarap di sudut netral. Sementara itu, mereka yang ditendang keluar dari rezim Soeharto sebelumnya, entah karena korupsi di luar sistem dan konvensi, entah melakukan kesalahan fatal lainnya, menggunakan kesempatan untuk bersih diri dengan mengidealisir diri sebagai tokoh yang ditendang karena melawan Soeharto.
Terlepas dari ada maaf atau tidak, Ginandjar Kartasasmita sempat berjaya dalam melanjutkan karir politik maupun karirnya dalam kekuasaan. Ini ada lika-liku ceritanya. Dalam penuturan Donald K. Emerson, yang sekali lagi dipinjam di sini, sehari setelah Ginandjar dan Akbar Tandjung memimpin para menteri bidang ekonomi menulis surat menolak untuk ikut lagi dalam kabinet Soeharto yang akan dibentuk, Soeharto meminta Habibie membujuk mereka mengubah niat. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Habibie menggunakan kesempatan itu untuk meminta para menteri bidang ekonomi supaya mendukung dirinya seandainya Presiden nanti berhenti dan diganti Habibie. “Ginandjar dan Akbar diberi imbalan dua hari kemudian ketika Habibie yang sudah menjadi presiden, mengangkat mereka dalam kabinetnya yang pertama”. Ginandjar dalam kedudukan yang sama yang dipegangnya sebelumnya, Akbar sebagai Menteri Sekertaris Negara. “Ketidaksetiaan, kalau hanya berasal dari seorang atau dua orang menteri yang kurang kunci kedudukannya, mungkin tidak akan berakibat fatal. Sedangkan semangat besar Soeharto bagi pertumbuhan ekonomi, yang data statistiknya mengisi pidato-pidatonya, mungkin sekali menimbulkan kesakitan yang dirasakannya, meningkat akibat ambruknya pembangunan kesayangannya serta murtadnya mereka yang justru dipercayainya untuk memulihkan ekonomi itu”.
Apapun soalnya, setelah itu karir politik Ginandjar dan Akbar terus melesat. Akbar kemudian berhasil menjadi Ketua Umum Golkar yang secara retoris selalu dinyatakan sebagai Golkar Baru. Ginandjar Kartasasmita bersama tokoh HAM Marzuki Darusman mendampingi kepemimpinan Akbar dalam Golkar Baru (Partai Golkar). Ketua Umum DPP Golkar 1982-1987, Sudharmono SH, menyebut mereka bertiga sebagai triumvirat tumpuan harapan baru menyelamatkan Golkar. Maka, ketika Marzuki Darusman SH dalam kedudukan Jaksa Agung RI menyeret dan menangkap Ginandjar Kartasasmita dengan tuduhan korupsi di masa Soeharto, Sudharmono menjadi orang yang paling kecewa. Ia mencoba melunakkan Marzuki Darusman yang tetap bersikeras, melalui seorang yang adalah kenalan kedua-duanya. Akhirnya Ginandjar lolos melalui upaya berbagai pihak, termasuk unsur tentara, dimulai dengan memenangkan pra-peradilan di PN Jakarta Selatan yang dikenal kemudian sebagai salah satu kuburan kasus-kasus korupsi. Belakangan, Marzuki Darusman lah yang justru terhenti dari posisi Jaksa Agung, yang tak terlepas dari konspirasi gabungan kekuatan korup lama dan baru yang berhasil memelihara eksistensi dalam era reformasi.
Berlanjut ke Bagian 2
 (sociopoliica's blog)

Selasa, 19 Juni 2012

Suku Kerinci




Bahasa dan Budaya Kerinci

Kata Kerinci berasal dari bahasa Tamil Kurinji yaitu nama bunga kurinji (Strobilanthes kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian di atas 1800m. Karena itu Kurinji juga merujuk pada kawasan pegunungan.

Suku Kerinci sebagaimana juga halnya dengan suku-suku lain di Sumatera adalah penutur bahasa Austronesia.

Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci termasuk dalam kategori Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau dan Melayu Jambi. Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci, yang memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup jauh antar satu tempat dengan tempat lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa Minangkabau atau bahasa Indonesia (yang masih dikenal dengan sebutan Melayu Tinggi).

Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut surat incung yang merupakan salah satu variasi surat ulu.

Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatera Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau.

Suku Kerinci merupakan masyarakat matrilineal.

Sebagaimana diketahui dari Naskah Tanjung Tanah, naskah Melayu tertua yang ditemukan di Kerinci, pada abad ke-14 Kerinci menjadi bagian dari kerajaan Malayu dengan Dharmasraya sebagai ibu kota. Setelah Adityawarman menjadi maharaja maka ibu kota dipindahkan ke Saruaso dekat Pagaruyung di Tanah Datar.
Pemerintahan

Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat.Wilayah Depati Ninik Mamak disebut ‘ajun arah’. Struktur pemerintahan Kedepatian:

    Depati Mudo Terawang Lidah berpusat di Desa PENAWAR
    Depati Empat Pemangku IV-8 (baca: Empat Delapan) Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang;
    Depati Empat Rencong Telang, berpusat di Pulau Sangkar;
    Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh;
    Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo;
    Depati Gembalo Sembah Tigo Luhah Pemuncak Tanah Mendapo Semurup,berpusat di Semurup ;
    Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur;
    Depati Intan dan Depati Mangkubumi Tigo Luhah Tanah Sekudung, berpusat di Siulak;

dan Depati Lainnya ialah: Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang

    Depati Muara Langkap, berpusat di Tamiai;
    Depati Biang Sari, berpusat di Pengasi;
    Depati Atur Bumi dan Depati Batu Hampar, berpusat di Hiang;
    Depati Sirah Mato, berpusat di Seleman;
    Depati Mudo dan Depati Singa Lago, di Rawang;

Tiga di Mudik Empat Tanah Rawang

    Depati Kepalo Sembah, di Semurup;
    Depati Setuo, berpusat di Kemantan;
    Depati VII, berpusat di Sikungkung;
    Depati Niat di Rawang;

Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan dusun(pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, di dalam pintu ada lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik Pandai sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian dwifungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini pun berlaku sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci.
Hubungan Kekerabatan

Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.

Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa sosial, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan pasa saudara-saudara dengan nama panggilan yang khas. Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan tertentu.
Hubungan Kemasyarakatan

Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hukum adat, berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati.

Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifikasi sosial masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kerinci#Hubungan_Kemasyarakatan

Museum Perumusan Naskah Proklamasi


Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang berdiri di atas tanah seluas 3.914 m2 itu telah beberapa kali berpindah tangan. Pernah digunakan oleh PT Asuransi Jiwasraya pada tahun 1931, lalu dikuasai oleh Admiral Tadashi Maeda selama masa pendudukan Jepang, kemudian menjadi markas besar Tentara Kerajaan Inggris setelah perang Pasifik, beralih lagi ke Asuransi Jiwasraya, sebelum berpindah tangan lagi menjadi Kedutaan Inggris dari tahun 1961 sampai 1981, dan lalu menjadi Perpustakaan Nasional pada tahun 1982.
Saat dihuni oleh Laksamana Tadashi Maeda, gedung ini menjadi saksi peristiwa bersejarah yang terjadi pada 16-17 Agustus 1945, ketika perumusan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditandatangani di tempat itu.
Namun baru pada tahun 1984, Prof. Nugroho Notosusanto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, memerintahkan Direktorat Museum untuk menjadikan bangunan itu sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasisampai sekarang ini.
Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi dengan sebuah spanduk yang dipasang di lantai dua untuk menarik perhatian orang yang lewat di depannya. Keberadaan Museum Perumusan Naskah Proklamasi ini tampaknya memang perlu lebih banyak dipromosikan.
Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi di ruangan dimana SoekarnoHattadan Ahmad Soebardjo disambut Tadashi Maeda sekitar jam 10 malam, pada 16 Agustus 1945, setelah kembali dari “penculikan” Rengasdengklok.
Soekarno dan Hatta, ditemani Maeda, menemui Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajagi sikapnya tentang rencana Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura berkata bahwa Jepang tidak diperbolehkan mengubah status quo karena sudah menyerah kepada Sekutu, karenanya Nishimura melarang Soekarno – Hatta mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.
Soekarno – Hatta pun berpendapat bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka hanya berharap agar tentara Jepang tidak menghalang-halangi proses pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Soekarno dan Hatta lalu kembali ke rumah Maeda. Rumah Maeda dipilih sebagai tempat penyusunan Naskah Proklamasi karena Maeda memberi jaminan keselamatan pada Bung Karno dan tokoh lainnya. Maeda sendiri masuk ke kamar tidurnya di lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung.

Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi di tempat dimana pada jam 3 dini hari, Jumat legi, 17 Agustus 1945, bulan Ramadhan, Soekarno, Hatta dan Soebardjo masuk dan duduk untuk merumuskan naskah proklamasi.
Soekarno melakukan penulisan naskah proklamasi, sedangkan Hatta dan Soebardjo memberikan saran secara lisan, sementara Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah ikut menyaksikan. Tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Kalimat pertama teks Proklamasi adalah saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan kalimat terakhir disarankan oleh Mohammad Hatta.
Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi dengan teks proklamasi asli yang ditulis oleh Soekarno sebelum diketik oleh Sayuti Melik.
Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi di tempat dimana pada dini hari 17 Agustus 1945 Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi atas permintaan Soekarno, ditemani BM Diah. Ia membuat tiga perubahan pada naskah: “tempoh” menjadi “tempo”, “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan format tanggal.
Museum Perumusan Naskah ProklamasiMuseum Perumusan Naskah Proklamasi dimana seluruh tokoh yang hadir saat itu berkumpul setelah naskah selesai diketik.
Pada jam 04.00 pagi, 17 Agustus 1945, Soekarno membuka pertemuan   "Keadaan yang
g mendesak telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing“. Soekarno lalu membacakan dengan pelan dan berulang naskah teks proklamasi itu. Semuanya menyetujui.
Soekarno kemudian menyarankan untuk bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran itu didukung Mohammad Hatta dengan mengambil contoh “Declaration of Independence“-nya Amerika Serikat. Namun golongan pemuda menolak jika tokoh-tokoh golongan tua yang disebut sebagai “budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni lalu mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua orang saja, yaitu Soekarno dan Mohammad Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni akhirnya diterima. Soekarno dan Hatta pun lalu membubuhkan tanda tangannya pada naskah yang sudah diketik oleh Sayuti Melik.
Diantara mereka yang hadir pada pertemuan dini hari itu adalah Soekarno, Hatta, Ahmad Soebardjo, Mohamad Amir, Boentaran Martoatmodjo, I Goesti Ketut Poedja, A Abbas, Iwa Kusumasumantri, Johanes Latoeharharry, Ki Bagoes Hadji Hadikoesoemo, Teukoe Moehammad Hasan, Ki Hadjar Dewantara, Otto Iskandardinata, K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, Soetardjo Kartohadikusumo, R. Soepomo, Soekardjo Wirjopranoto, G.S.S.J. Ratulangi, BM Diah, Sukarni, Chaerul Saleh, Sayuti Melik, Anang Abdoel Hamidhan, Andi Pangerang, Andi Sultan Daeng Radja, Semaun Bakry, Soediro, Abikoesno Tjokrosoejoso dan Samsi Sastrowidagdo.
Setelah itu ada pembahasan untuk menentukan tempat. Sukarni mengatakan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan agar datang ke lapangan IKADA pada tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Namun saran Sukarni ditolak oleh Soekarno. “Tidak,” kata Soekarno,” lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus memancing-mancing insiden? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi.”
Sebelum meninggalkan rumah Maeda, Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Makam Pangeran Jayakarta


Makam Pangeran Jayakarta


Makam Pangeran Jayakarta terletak di Jl. Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Saya melewati jalan ini hampir setiap hari selama lebih dari lima belas tahun untuk mengantar ketiga anak saya ke LabSchool Rawamangun, dan sampai sekarang masih sering melewati jalan itu jika pergi ke Kelapa Gading, tanpa tahu nama jalannya, sampai minggu yang lalu.
Tidak terpikir sama sekali bahwa di sana ada sebuah makam yang memiliki kedekatan dengan sejarah kota Jakarta, dan memerlukan waktu lebih dari 23 tahun untuk mendapat pencerahan, sejak mulai tinggal di Jakarta. Saya percaya bahwa anda pun pernah atau akan pernah mempunyai pengalaman seperti itu.
Makam Pangeran JayakartaMakam Pangeran Jayakarta terletak beberapa meter dari jalan, di dalam suatu bangunan persegi di bawah pohon raksasa yang rindang. Di sana tersedia tempat parkir untuk kendaraan roda dua, namun mobil harus parkir di pinggiran jalan.
Adalah Fatahillah yang merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta paka 22 Juni 1572, setelah mengambil alih kota pelabuhan yang sibuk ini dari kerajaan Pajajaran dan lalu mengalahkan tentara kolonial bangsa Portugis. Fatahillah lalu menyerahkan kepada menantunya, yaitu Tubagus Angke yang berasal dari keluarga bangsawan Banten, untuk memerintah Jayakarta.
Pangeran Jayakarta berhasil mengusir Jan Pieterszoon Coen dan tentara VOC-nya dari Jayakarta dalam suatu perselisihan dagang yang bermula pada 1610, namun Coen kembali lagi dengan membawa tentara dari Ambon dan mengalahkan Pangeran Jayakarta pada 1619. Coen lalu merubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Adalah balatentara pendudukan Jepang selama Perang Dunia II yang kemudian merubah namanya menjadi Jakarta.
Makam Pangeran JayakartaMakam Pangeran Jayakarta dinaungi sebuah pohon beringin yang ukurannya sungguh luar biasa besar. Menakjubkan bahwa pohon itu masih bisa bertahan dalam lingkungan yang keras seperti Jakarta.
Makam Pangeran JayakartaMakam Pangeran Jayakarta tengah dikunjungi pseorang peziarah terlihat tengah khusuk berdoa di depan makam. Terdapat beberapa makam di dalam bangunan Makam Pangeran Jayakarta, dan sebuah guci porselen diletakkan di masing-masing makam itu.
Makam Pangeran JayakartaMakam Pangeran Jayakarta ini telah disembunyikan selama lebih dari tiga ratus tahun, karena khawatir akan dihancurkan oleh penguasa Belanda.
Makam Pangeran JayakartaMakam Pangeran Jayakarta semoga bisa terus dinaungi oleh pohon besar ini!!
Makam Pangeran Jayakarta
Sebuah pemandangan di dalam masjid As-Salafiyah yang telah berumur 389 tahun, yang juga dikenal sebagai Masjid Pangeran Jayakarta, terletak di samping makam. Masjid ini didirikan pada 1620.
Makam Pangeran Jayakarta
Bedug masjid yang khas, yang dipukul lima kali sehari untuk menandai dimulainya waktu shalat. Jenis bedug yang sama, biasanya dalam ukuran yang lebih kecil juga bisa ditemukan di beberapa kelenteng yang pernah saya kunjungi.

Makam Pangeran Jayakarta

Jl. Jatinegara Kaum
Jakarta Timur
GPS: -6.202099,106.901184
Akses:
Ada banyak pilihan jalan untuk menuju Makam Pangeran Jayakarta. Dari Jl. Pemuda, ambil jalan ke arah Pulo Gadung; lewati lampu merah Arion Plaza; belok ke kanan di lampu merah Tugas ke arah Klender sampai bertemu lampu merah berikutnya; belok ke kanan di lampu merah untuk masuk ke Jl. Jatinegara Kaum. Masjid dan makam akan terlihat di sebelah kanan jalan.
Tautan terkait Jakarta:
Tempat Wisata di Jakarta | Peta | Hotel | Kuliner | Transportasi

Senin, 18 Juni 2012


Sultan HB IX adalah pribadi yang sederhana, demokratis, berkarisma, dan dekat dengan rakyat. Ia turut andil bagian dalam kemerdekaan NKRI 




"Sri Sultan HB IX itu adalah pribadi yang sederhana, demokratis, berkarisma, dan tanggap terhadap rakyatnya," kata Romo Tirun, salah satu pejabat di Keraton Yogyakarta saat mengenang kembali sosok HB IX, di Yogyakarta, beberapa hari lalu. 
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah salah satu pahlawan nasional berpengaruh Yogyakarta dan kemerdekaan Indonesia. Beliau putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Lahir pada 12 April 1912 di Sompilan Ngasem, Yogyakarta dan dari kecil dikenal dengan Gusti Raden Mas Dorodjatun.
Romo Tirun menceritakan, sejak kecil HB IX harus keluar Keraton untuk menempuh pendidikan dengan Belanda. Kehidupan dengan Belanda membentuk pribadinya yang mandiri dan cerdas terhadap pengetahuan budaya barat. Hal yang menarik, lanjut Romo Tirun, adalah saat beliau dinobatkan menjadi Sultan Keraton Yogyakarta pada tanggal 8 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga".
"Dalam pidatonya, Sultan mengatakan bahwa ia akan mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar dapat bekerja dalam suasana harmonis. Kata Sultan, meski ia telah mengenyam pendidikan barat, ia tetap orang Jawa," kata Romo Tirun.
Kesederhanaan Sultan HB IX pun sangat nampak ketika ia selalu mengunjungi rakyat-rakyatnya baik yang ada di pasar, desa, atau tempat lainnya. Bahkan ia selalu memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengutarakan pendapat di alun-alun.

Dalam perjuangan melawan penjajah, Sultan HB IX adalah sosok nasionalis. Ia selalu menyorakkan kemerdekaan RI seperti keikutsertaan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 membantu Bung Karno dan Bung Hatta. Tak hanya itu, saat masa penjajahan Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram.
"Sultan yang pernah menjadi wakil presiden NKRI, juga pernah menyumbangkan dana 6 juta gulden kepada Indonesia sebagai modal awal terbentuknya negeri ini," tambah Romo.
GBPH Joyokusumo, anak Sultan HB IX menambahkan, sosok ayahnya yang paling dikenang adalah komitmennya menjaga agar masing-masing budaya tidak saling mengalahkan. Khususnya budaya Timur jangan sampai kehilangan jati dirinya
Sementara itu, dalam bidang pendidikan pun, sejarawan UGM Djoko Suryo menceritakan, Sultan HB IX menjadi salah satu founding father Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sultan HB IX juga ikut mendukung penggabungan pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah di Klaten, Surakarta, maupun yang ada di Yogyakarta, menjadi satu perguruan tinggi yaitu UGM.
“Peran sultan HB IX terhadap pendirian UGM sangat besar baik secara historis, sosiologis, politik, kultural, idenasional-ideologis, faktual, material-fisikal dan spasial-lokasional,” urainya.
Secara nyata Sultan HB IX juga memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Beberapa di antaranya adalah menyediakan tempat perkuliahan di Sitihinggil dan Pagelaran Kraton serta gedung lainnya di sekitar kraton. Ia pun menyediakan tanah kraton (sultan ground) untuk pendirian kampus UGM yang baru di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya.
(Olivia Lewi Pramesti)

Max Havelaar 1860



Pada tahun 1859 menulis sebuah perwira kecewa dari Hindia Belanda, Eduard Douwes Dekker, di bawah nama samaran Multatuli sebuah buku berjudul Max Havelaar atau lelang kopi Perusahaan Perdagangan Belanda. Buku itu adalah dakwaan sengit dari pelanggaran sebagai akibat dari pemerintahan Belanda di Hindia Belanda. Buku ini muncul setahun kemudian, pada tahun 1860.
Buku ini adalah cerita bingkai dengan alur cerita yang berbeda yang dijalin bersama. Ini diawali dengan kisah Batavus, broker Droogstoppel kopi, contoh utama dari seorang pria kecil imajinatif, serakah yang melambangkan Belanda dari koloni Hindia Belanda manfaatnya. Droogstoppel suatu hari akan mengunjungi dari teman sekelasnya, Syaalman, yang meminta dia naskah untuk dibelanjakan.
Kemudian - terganggu oleh komentar dari Droogstoppel - kisah bahwa naskah, yang sebagian besar menjelaskan petualangan sejati dari Max Havelaar Multatuli alias sebagai asisten residen di Hindia Belanda. (Hal ini sebagian besar sejarah sebagai penulis Eduard Douwes Dekker, yang pernah mengalami sendiri sebagai pegawai negeri). Asisten Residen Havelaar mengambil itu untuk penduduk asli yang tertindas, orang Jawa, tetapi ditentang oleh atasan Belanda dan pencatut lokal yang membuat penyebab umum dengan Belanda.
Dalam buku itu juga sejumlah cerita asli terjalin, seperti kisah terkenal dari Saidjah dan Adinda. Di bawah ini kisah cinta yang menyentuh menyembunyikan dakwaan sengit melawan eksploitasi dan kekejaman termasuk Jawa menderita. Pada akhir buku ini berfokus Multatuli dalam pidato berapi-api langsung ke Raja William III, yang sebagai kepala negara pada akhirnya bertanggung jawab untuk semua pelanggaran dan korupsi di Hindia Belanda.
Awalnya buku itu diakui secara kritis tapi dengan cepat membuat heboh dan dicetak ulang berkali-kali, sampai hari ini. Buku ini sekarang dalam 42 bahasa dan diterbitkan pada tahun 1999 oleh penulis Touring bahasa Indonesia Pramoedya Ananta di New York Times dijuluki "Buku yang Tewas kolonialisme.



 Douwes Dekker, Eduard
(Dikenal sebagai Multatuli; callsign: Cover) pemikir bebas dan penulis, "enggan", lahir di Amsterdam pada tanggal 2 Maret 1820 dan meninggal di Nieder-Ingelheim (Rhein-Hessen, Jerman) pada tanggal 19 Februari 1887. Ia adalah putra dari Angel Douwes Dekker, kapten kapal dagang, dan Sietske Eeltjes Klein (kadang-kadang dalam dokumen resmi: Klijn). Pada tanggal 10 April 1846, ia bergabung ke Tjandjoer (Jawa) dalam pernikahan dengan Everdina Huberta (dirinya memberikan pasangan lebih memilih ejaan Everdine Huberte) Baroness van Wijnbergen, dengan siapa ia memiliki seorang putri dan seorang putra. Setelah kematiannya (di Venice pada 13 September 1874) ia menikah lagi di Rotterdam pada tanggal 1 April 1875 untuk Maria Frederika Cornelia (Mimi atau Mies) Hamminck Schepel, guru, kemudian seorang penulis di bawah Heloïze nama, dengan siapa pada tahun 1878 anak Jerman dua tahunan Eduard (Wouter) Bern memegang sebagai anak asuh.

Sabtu, 16 Juni 2012

Republik Indonesia

Dekolonisasi, tindakan polisi dan kemerdekaan (1942-1962)

Japanners bombarderen Pearl Harbor
Setelah Jepang menyerang Pearl Harbor pada 7 Desember 1941, pemerintah Belanda menyadari bahwa Indonesia akan segera menjadi sasaran Jepang. Dalam beberapa bulan apa yang terjadi.

Jepang lakukan dalam waktu yang singkat untuk merebut kerajaan pulau. Pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia Belanda menyerah, setelah sebagian besar Belanda oleh Jepang yang diinternir di kamp.

Cepat kekalahan

Nederlanders worden door de Japanners in kampen geïnterneerd
Banyak orang Indonesia tercengang dengan kekalahan yang cepat dari Belanda. Selain bagian dari populasi yang tidak yang penting, ada bagian bahwa Jepang dibawa dengan banyak bersorak. Untuk yang kaya sumber alam Indonesia pada pihak mereka, Jepang berjanji kemerdekaan Indonesia di bawah perlindungan Jepang.

Kemerdekaan

Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, sebagian sebagai akibat dari bom atom pertama di Hiroshima dan Nagasaki. 2 Hari setelah kapitulasi Jepang disebut Hatta dan Soekarno, di bawah tekanan gerakan pemuda fanatik Republik Indonesia yang merdeka.

"Kami, rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia Kasus tentang pengalihan kekuasaan, dll., Akan secara tertib dan sesegera mungkin." Jakarta, 08/17/45 Atas nama Bahasa Indonesia orang,
Soekarno, Hatta.

Heran

Soekarno roept onafhankelijkheid uit Soekarno
Belanda tidak menduga ini. Mereka tidak melihat bahwa nasionalisme selama pendudukan Jepang telah tumbuh begitu kuat. Papan di Belanda, mereka juga menganggap bahwa kekuasaan kolonial akan dipulihkan segera dan bahwa ada dapat dilanjutkan setelah proses kemerdekaan. Belanda menginginkan Indonesia sementara tentu tidak hilang, karena pendapatan dari kepulauan itu sangat dibutuhkan dalam rekonstruksi Belanda Hindia hilang, bencana lahir.

Pertama chord

Pada November 15, 1946 datang ke perjanjian dengan kaum nasionalis: persetujuan Linggarjati. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat. Ini akan tetap menjadi bagian dari Kerajaan dengan ratu di kepala. Kedua belah pihak mengeluarkan perjanjian berbeda dari yang diproduksi secara alami dan masalah. Pada tanggal 29 Juli 1947 pemerintah Belanda memutuskan untuk campur tangan militer di Indonesia, tindakan polisi pertama, atau Produk Operasi. Belanda tahu ini bagian belakang besar Jawa dan Sumatra pada tangan. Tentara Republik Indonesia yang mulai ini perang gerilya.

JAA van Doorn adalah tentara wajib militer pada tahun 1947 dan pergi ke Indonesia. Dia mengatakan hal berikut mengenai saat itu:

"Saya '47 pertengahan tiba untuk tindakan besar pertama Ada dua, seperti yang Anda tahu.. Dan aku tetap di sana sampai setelah penyerahan kedaulatan (...)
Ketika saya sampai di sana dan bertemu cukup banyak orang Belanda, karena waktu terpanjang aku duduk di kota, saya memiliki beberapa waktu merasa bahwa kita dibenarkan. Dan itulah masalah sebenarnya hanya bisa diselesaikan dengan campur tangan Belanda dan, jika perlu intervensi kekerasan. (...)
Dengan berjalannya waktu dan kritik yang Anda bisa, kita masih memiliki jalan buntu untuk penghancuran terkena. Secara khusus, tindakan kedua juga ide-ide konservatif oleh orang-orang yang telah melihat sebagai upaya putus asa untuk menyelamatkan sesuatu dari kebijakan yang gagal itu. Dan tindakan kedua, terutama juga korban yang paling biaya, juga disebut perlawanan yang paling. "

Kedua akord

Soldaten tijdens de politionele acties
Karena oposisi dari tentara Indonesia dan kecaman internasional - Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat - Belanda memutuskan untuk kembali ke meja perundingan. Kali ini kapal kapal perang Renville Amerika. Pada tanggal 18 Januari, 1948 perjanjian kedua antara Belanda dan Indonesia. Hanya jauh masih belum jelas lagi. Belanda terus berusaha untuk memastikan hubungan yang paling dekat mungkin dengan komitmen federal untuk Indonesia dan Indonesia tetap menjadi republik merdeka. Menyusul tindakan polisi kedua.

Kedaulatan transfer

Koningin Wilhelmina leest onafhankelijkheidsverklaring voor
Tekanan dari PBB di Belanda meningkat lebih dan lebih. Ini tidak cocok waktu untuk hubungan kolonial dalam posisi untuk ingin menyimpan. Belanda sebenarnya terpaksa menerima kemerdekaan Indonesia. Pada Agustus 1949 ditemukan Konferensi Meja Bundar di Den Haag di mana kesepakatan tentang kemerdekaan itu tercapai. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Kerajaan di Dam penyerahan kedaulatan kepada Indonesia Serikat ditandatangani.

Nugini

Tapi Belanda dan Indonesia belum dipisahkan. Penyebaran itu Nugini, yang tidak termasuk dalam penyerahan kedaulatan. Pada tahun 1962, hanya Guinea Baru untuk Republik Indonesia ditambahkan. Sejak saat itu adalah hubungan antara Indonesia dan Belanda terus berkembang sebagai antara dua negara independen.
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, memiliki visi berikut dari kekuasaan Belanda di Indonesia:
"Harus kita selalu di bawah kekuasaan Belanda terus (menangis keras! Tidak)?. Sekarang, bahwa akuisisi kebebasan ada di tangan kita Di seluruh dunia selalu mencari kebebasan dicari: Prancis, Inggris, Amerika, dan akan terus mencoba untuk memenangkan kebebasan Juga di Asia,. termasuk Mesir dan India, jadi kita juga! (Tepuk tangan) (...). Ketika ditanya mengapa negara-negara Eropa ada koloni di pertahanan, menyatakan dirinya tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan, kecuali mereka untuk mengakui bahwa hanya untuk mengisi perut mereka keroncongan. "
  • 7 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbor AS pelabuhan
  • 1942 Jepang serangan di Indonesia
  • Mar 8, 1942 kapitulasi Belanda di Indonesia
  • 6 & 9 Agustus 1945 AS atom bom di kota-kota Jepang Hiroshima dan Nagasaki
  • 15 Agustus 1945 kapitulasi Jepang
  • 17 Agustus 1945 Proklamasi Republik Indonesia oleh Soekarno dan Hatta
  • November 15, 1946 Perjanjian Linggarjati
  • 20 Juli 1947 polisi operasi Pertama, Produk Operasi
  • Perjanjian Renville 18 Januari 1948
  • Desember 1948 Aksi Kedua Polisi
  • Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar di Den Haag
  • 27 Desember 1949 Kedaulatan transfer di Istana Kerajaan di Dam Square di Amsterdam
  • 17 Agustus 1956 Deklarasi Kemerdekaan Indonesia
  • 1960 Indonesia istirahat hubungan diplomatik dengan Belanda
  • Akhir 1962 di bawah tekanan internasional, Belanda Nugini longgar
  • 1963 Hubungan diplomatik antara Belanda dan Indonesia dengan hati-hati dipulihkan

Jumat, 15 Juni 2012

Biografi Kehidupan

Dalam biografi, karakter yang dijelaskan atau dimainkan. Menulis otobiografi tentang diri Anda, biografi tentang semua orang bisa pergi. Biografi Kebanyakan ditulis pada orang-orang penuh warna, berpengaruh dan historis penting. Jika Anda harus menulis sebuah biografi atau otobiografi, Anda cukup tahu tentang orang apa itu. Untuk mendapatkan informasi, Anda dapat menyimpan sebuah wawancara. Hal ini dapat berbentuk lisan, tetapi Anda juga bisa mewawancarai seseorang melalui email. Mulut sering lebih mudah karena seseorang lebih cepat dan sering lebih jujur ​​bisa menjawab. Jadi cobalah sebanyak mungkin dalam kehidupan nyata dengan seseorang untuk berbicara. Pertanyaan Anda dapat meminta Untuk mendapatkan Anda untuk membantu dengan wawancara Anda akan menemukan di bawah ini banyak pertanyaan yang penting dalam mempersiapkan biografi. Baca dengan seksama dan menggunakannya cerdik. Jangan lupa untuk menyimpan pertanyaan Anda sebagai jawaban dari yang diwawancarai tidak cukup baik. 1. Siapa nama Anda? 2. Berapa usia Anda? 3. Dimana anda lahir? 4. Katakan sesuatu tentang orang tua Anda, latar belakang, lingkungan. Seperti apa masa kecil yang Anda miliki? 5. Apa yang Anda lakukan, kegiatan apa yang Anda miliki, apa hobi Anda? 6. Apa itu cinta terbesar Anda? Penampilan 1. Bagaimana Anda melihat? Apa yang khusus tentang Anda? (Pakaian, gaya rambut, perhiasan, dll) 2. Penampilan yang Anda temui dalam script (yang merupakan kisah kehidupan Anda). 3. Apa pengaruh memiliki penampilan Anda pada perilaku Anda? 4. Apa yang orang lain katakan tentang penampilan Anda? (Berdasarkan script yang datang.) 5. Apa yang Anda miliki tentang penampilan Anda dalam script? Karakter 1. Apakah kualitas Anda? 2. Apa sifat buruk Anda? 3. Apa yang orang lain katakan tentang karakter Anda? Ragam 1. Apa pekerjaanmu / pekerjaan paruh waktu Anda? 2. Kamu dari mana? 3. Yang program TV yang Anda cari dan apa stasiun radio yang Anda dengarkan? 4. Apa amal yang Anda dukung? 5. Apa yang mereka hobi Anda? 6. Apa toko favorit Anda? 7. Apa musik favorit Anda? 8. Permainan apa yang Anda bermain paling? 9. Apa yang Anda tunggu? 10. Dalam apa partai politik anda memilih / Anda ingin memilih?

Rabu, 13 Juni 2012

Rindu Peradaban Warisan Leluhur

rennymasmada
Pada usia peradaban lebih dari seribu enam ratus tahun, bangsa kita terus mengalami pasang-surut tata nilai yang sangat mempengaruhi perkembangan budaya bangsa berhadapan dengan budaya dan peradaban bangsa lain.
Sendi-sendi budaya yang berakar pada kekayaan religius sejak abad ke-empat telah memaknai perjalanan peradaban bangsa pewaris tanah air yang memiliki sumber daya alam berlimpah ini.
Namun, kekayaan alam inilah yang kemudian justru menjadi sumber malapetaka bagi bangsa besar ini. Kekayaan alam ini telah menggiurkan bangsa asing untuk menguasai dan menguras isi bumi ini dengan sangat rakus. Bukan hanya itu, penjajahan yang sangat menghancurkan tata nilai peradaban ini juga dengan sangat signifikan telah menggerogoti kepercayaan diri bangsa, yang pada akhirnya menenggelamkan tata nilai budaya dan peradaban warisan leluhur selama berabad-abad.
Setelah kemerdekaan kita rebut pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa kita mulai secara perlahan kembali menyadari jati diri yang sudah lama terkubur dibunuh oleh para penjajah.
Tetapi, dalam perjalanan sejarah bangsa, seiring dengan cepatnya kemajuan teknologi dan informasi global, bangsa kita kembali menjadi pangsa pasar produk bangsa asing dalam bentuk apapun. Bangsa kita menjadi sasaran empuk target pasar Negara-negara asing. Ketergantungan pada mereka kembali menjadikan kita  sebagai bangsa terjajah yang tak mampu menghidupi diri sendiri.
Kembali kita mengalami keterpurukan di segala bidang. Kita terjajah dan tertindas kembali dalam wajah yang berbeda.
Saat ini, kita rindu akan semangat holistik seluruh komponen bangsa untuk bangkit dari tidur panjang berabad-abad terjajah oleh bangsa asing yang telah merampas kebebasan kita dalam bentuk apapun.
Kita rindu pada ideologi dan falsafah kebhinnekaan yang seharusnya mampu menjadi kekayaan termahal yang pernah dimiliki bangsa ini, bukan hanya lambang, namun jiwa, holy-spirit yang mampu menghadapi segala bentuk perpecahan yang sudah semakin mengkhawatirkan ini.
Kita rindu akan pemberdayakan seluruh potensi yang dimiliki bangsa ini bagi kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan sosial seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, secara adil.
Kita rindu akan optimalisasi nuansa dan perencanaan strategis Pancasila sebagai azas Negara yang konsruktif menghadapi musuh dari manapun.
Kita rindu akan semangat intelektual bangsa untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam segala bidang, dengan jalan memberikan kesempatan pendidikan dan pemberdayaan SDM yang seluas-luasnya bagi seluruh anak bangsa di seluruh pelosok tanah air.
Kita rindu akan pengembangan kebudayaan dan peradaban secara apresiatif sejalan dengan ajaran agama yang menjadi sila pertama landasan berpijak bangsa.
Kita rindu menciptakan hubungan yang sangat mutualistis. Tidak saja terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa, tapi juga kualitas moral yang semakin hari semakin majemuk dan sangat heterogen di seluruh belahan dunia ini.

Dara Jingga

Dara Jingga

Dara Jingga adalah nama salah seorang putri Kerajaan Melayu yang dijodohkan dengan Raja Kertanagara Raja Singhasari dalam Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1293. Dara Jingga adalah kakak kandung  dari Dara Petak. Kedua puteri ini berasal dari Kerajaan  Dharmasraya. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa yang artinya dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.
Dara Jingga adalah putri dari Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya dan juga merupakan kakak kandung dari Dara Petak. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa — dinikahi oleh Adwaya Brahman, pemimpin Ekspedisi Pamalayu.
Namun ada beberapa pendapat mengatakan bahwa Dara Jingga juga diambil sebagai istri oleh Raden Wijaya selain adiknya Dara Petak. Hal ini mungkin terjadi mengingat sebelumnya Raden Wijaya juga telah mengambil ke empat putri Kertanagara sebagai istrinya.
Sedangkan dalam perjalanan kembali dari Ekspedisi Pamalayu, dipimpin oleh Mahesa Anabrang, juga membawa serta dua orang putri dari Kerajaan Melayu, untuk dijodohkan dengan Kertanegara, raja Singhasari. Namun dikarenakan kerajaan Singhasari telah runtuh oleh gempuran Pasukan Khubilai Khan dari kerajaan Tiongkok pada zaman Dinasti Yuan, kedua putri ini atau hanya (Dara Petak) dikawini oleh Raden Wijaya, dimana Dara Petak dijadikan permaisuri raja Majapahit dengan gelar Indraswari.
Selanjutnya setelah beberapa lama di Majapahit, akhirnya Dara Jingga memutuskan kembali ke Dharmasraya. Dara Jingga juga dikenal sebagai Bundo Kanduang dalam Hikayat/Tambo Minangkabau.
sumber : id.wikipedia.org  


Dara Jingga dan Dara Petak

Dara Jingga

Dara Jingga atau Bundo Kanduang adalah nama salah seorang putri Kerajaan Melayu yang dijodohkan dengan Raja Jawa dalam Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1293.

Asal Usul

Dara Jingga adalah putri dari Tribuanaraja Mauliawarmadewa atau Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya dan juga merupakan kakak kandung dari Dara Petak. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa — dinikahi oleh Adwaya Brahman, pemimpin Ekspedisi Pamalayu.
Namun ada beberapa pendapat mengatakan bahwa Dara Jingga juga diambil sebagai istri oleh Raden Wijaya selain adiknya Dara Petak. Hal ini mungkin terjadi mengingat sebelumnya Raden Wijaya juga telah mengambil ke empat putri Kertanagara sebagai istrinya.
Sedangkan dalam perjalanan kembali dari Ekspedisi Pamalayu, dipimpin oleh Mahesa Anabrang, juga membawa serta dua orang putri dari Kerajaan Melayu, untuk dijodohkan dengan Kertanegara, raja Singhasari. Namun dikarenakan kerajaan Singhasari telah runtuh oleh gempuran Pasukan Khubilai Khan dari kerajaan Tiongkok pada zaman Dinasti Yuan, kedua putri ini atau hanya (Dara Petak) dikawini oleh Raden Wijaya, dimana Dara Petak dijadikan permaisuri raja Majapahit dengan gelar Indraswari.
Selanjutnya setelah beberapa lama di Majapahit, akhirnya Dara Jingga memutuskan kembali ke Dharmasraya. Dara Jingga juga dikenal sebagai Bundo Kanduang dalam Hikayat/Tambo Minangkabau.
Dari pernikahannya, Dara Jingga memiliki putra, dengan nama beberapa versi:
  • Akarendrawarman atau Adityawarman
seorang wanita lain yang juga bernama Dara Jingga mempunyai seorang putera bernama Arya Dhamar (Raja di Palembang). Menurut Babad Arya Tabanan, putra Dara Jingga yang lain antara lain:
  • Arya Kenceng (Raja Tabanan,Bali)
  • Arya Kutawandira
  • Arya Sentong
  • Arya Belog
Mengenai nama putra Dara Jingga selain Arya Damar atau Adityawarman, masih dipertentangkan menurut sumber-sumber yang lain.
Merekalah yang bersama-sama Gajah Mada, berperang untuk menaklukkan Bali (Bedahulu) pada sekitar tahun 1340. Empat Putra yang terakhir menetap dan mempunyai keturunan di Bali. Arya kenceng kemudian menurunkan raja-raja Tabanan dan Badung (wilayahnya kira-kira meliputi Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar) yang terkenal dengan perang puputan ketika menghadapi penjajah Belanda pada tahun 1906.

Dara Petak

Dara Petak atau Dara Pethak, adalah satu-satunya istri Raden Wijaya pendiri Majapahit, yang berasal dari luar Jawa.

Dara Petak dalam Pararaton

Nama Dara Pethak berarti merpati putih. Ia adalah putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya. Kerajaan ini terletak di Pulau Sumatra yang pada tahun 1286 menjadi bawahan Kerajaan Singhasari.
Menurut Pararaton, sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit, datang pasukan Kebo Anabrang yang pada tahun 1275 dikirim Kertanagara menaklukkan Pulau Sumatra. Pasukan tersebut membawa dua orang putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak sebagai persembahan untuk Kertanagara.
Karena Kertanagara sudah meninggal, maka ahli warisnya, yaitu Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai istri, sedang Dara Jingga diserahkan kepada Adwayabrahma, seorang pejabat Singhasari yang dulu dikirim ke Sumatra tahun 1286.
Menurut kronik Cina, pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, sehingga dapat diperkirakan pertemuan antara Raden Wijaya dan Dara Petak terjadi tanggal 4 Mei 1293.
Dara Petak pandai mengambil hati Raden Wijaya sehingga ia dijadikan sebagai Stri tinuheng pura, atau istri yang dituakan di istana. Padahal menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya sudah memiliki empat orang istri, dan semuanya adalah putri Kertanagara.
Pengangkatan Dara Petak sebagai istri tertua mungkin karena hanya dirinya saja yang melahirkan anak laki-laki, yaitu Jayanagara. Sedangkan menurut Nagarakretagama, ibu Jayanagara bernama Indreswari. Nama ini dianggap sebagai gelar resmi Dara Petak.
Dalam prasasti Kertarajasa (1305), Jayanagara disebut sebagai putra Tribhuwaneswari permaisuri utama Raden Wijaya. Dari berita tersebut dapat diperkirakan Jayanagara adalah anak kandung Indreswari alias Dara Petak yang kemudian menjadi anak angkat Tribhuwaneswari, sehingga ia dapat menjadi putra mahkota sebagai calon raja selanjutnya.