Sejarah Keturunan Tionghoa di Indonesia (Demak, Banten,Cirebon)
Sejarah Keturunan Tionghoa Indonesia
(Demak, Banten,Cirebon)
Pada
dasawarsa2 terakhir abad ke 15 di Jawa Tengah telah didirikan kerajaan
Islam Demak yang berlangsung dari 1475/1478 hingga 1546/1568. Pendirinya
adalah puteranya Cek Ko-Po dan berasal Palembang dimana ketika itu
terdapat masyarakat Islam Tionghoa yang besar. Beliau terkenal dengan
nama Raden Patah (AL Fatah), alias Jin Bun / Panembahan Jimbun / Arya
(Cu-Cu) Sumangsang / Prabu Anom. Orang2 Portugis menyebutnya Pate Rodin
Sr. Menurut orang Portugis Tome Pires, beliau seorang “persona de grande
syso”, a man of great power of judgement, seorang satria (cavaleiro, a
knight, a nobleman). Terkaan bahwa Jimbun nama suatu tempat dekat Demak
tidak masuk akal. Penjelasan prof. Muljana nama Jin Bun berarti “orang
kuat” dalam dialek Tionghoa-Yunnan. Semasa dynasti Yuan (Monggol) di
propinsi Yunnan terdapat banyak penganut agama Islam.
Kalangan
berkuasa Demak sebagian besar terdiri dari orang2 keturunan Tionghoa.
Sebelum jaman kolonial pernikahan antara orang Tionghoa dengan orang
Pribumi merupakan hal yang normal. Dr. Pigeaud dan Dr. de Graaf telah
menggambarkan keadaan pada abad ke 16 sbb.: di kota2 pelabuhan pulau
Jawa kalangan berkuasa terdiri dari keluarga2 campuran, kebanyakan
Tionghoa peranakan Jawa dan Indo-Jawa. Sumber2 sejarah pihak Pribumi
Indonesia menyebut, dalam abad ke 16 sejumlah besar orang Tionghoa hidup
di kota2 pantai Utara Jawa. Disamping Demak, juga di Cirebon, Lasem,
Tuban, Gresik (Tse Tsun) dan Surabaya. Banyak orang Tionghoa Islam
mempunyai nama Jawa dan dengan sendirinya juga nama Arab. Pada jaman itu
sebagai Muslimin mempunyai nama Arab meninggihkan gengsi.
Salah
satu cucunya Raden Patah tercatat mempunyai cita2 untuk menyamai Sultan
Turki. Menurut De Graaf dan Pigeaud, Sunan Prawata (Muk Ming) raja
Demak terachir yang mengatakan pada Manuel Pinto, beliau berjuang
sekeras2nya untuk meng-Islamkan seluruh Jawa. Bila berhasil beliau akan
menjadi “segundo Turco” (seorang Sultan Turki ke II) setanding sultan
Turki Suleiman I dengan kemegahannya. Nampaknya beliau telah mengunjungi
Turki.
Sumber2
Pribumi menegaskan raja-raja Kerajaan Demak orang Tionghoa atau
Tionghoa peranakan Jawa. Terlalu banyak untuk memuat semua nama2 tokoh
sejarah yang di-identifikasi sebagai orang Tionghoa. Diantaranya Raden
Kusen (Kin San, adik tiri Raden Patah), Sunan Bonang (Bong Ang, putera
Sunan Ngampel alias Bong Swee Ho), Sunan Derajat juga putera Sunan
Ngampel, Sunan Kalijaga (Gan Si Chang), Ja Tik Su (tidak jelas beliau
Sunan Undung atau Sunan Kudus. Ada sumber mengatakan Sunan Undung ayah
Sunan Kudus dan menantunya Sunan Ngampel), Endroseno, panglima terachir
tentara Sunan Giri, Pangeran Hadiri alias Sunan Mantingan suami Ratu
Kalinyamat, Ki Rakim, Nyai Gede Pinatih (ibu angkatnya Sunan Giri dan
keturunannya Shih Chin Ching tuan besar (overlord) orang Tionghoa di
Palembang), Puteri Ong Tien Nio yang menurut tradisi adalah isterinya
Sunan Gunung Jati, Cekong Mas (dari keluarga Han, makamnya terletak
didalam suatu langgar di Prajekan dekat Situbondo Jawa Timur dan
dipandang suci), Adipati Astrawijaya, bupati yang diangkat oleh VOC
Belanda tetapi memihak pemberontak ketika orang2 Tionghoa di Semarang
berontak melawan Belanda pada thn. 1741 dan Raden Tumenggung
Secodiningrat Yokyakarta (Baba Jim Sing alias Tan Jin Sing). Menurut
prof. Muljana, Sunan Giri dari pihak ayahnya adalah cucu dari Bong Tak
Keng, seorang Muslim asal Yunnan Tiongkok yang terkenal sebagai Raja
Champa, suatu daerah yang kini menjadi bagian Vietnam. Bong Tak Keng
koordinator Tionghoa Perantauan di Asia Tenggara. Ayah ibunya Sunan Giri
adalah Raja Blambangan, Jawa Timur. Giri nama bukit di Gresik.
Pengaruh
arsitektur Tionghoa terlihat pada bentuk mesjid2 di Jawa terutama di
daerah2 pesisir bagian Utara. Agama Islam yang pertama masuk di Sumatera
Selatan dan di Jawa mazhab (sekte) Hanafi. Datangnya melalui Yunnan
Tiongkok pada waktu dynasti Yuan dan permulaan dynasti Ming. Prof.
Muljana berpendapat bila agama Islam di pantai Utara Jawa masuknya dari
Malaka atau Sumatera Timur, mazhabnya Syafi’i dan/atau Syi’ite dan ini
bukan demikian halnya. Beliau menekankan mazhab Hanafi hingga abad ke 13
hanya dikenal di Central Asia, India Utara dan Turki. Meskipun agama
Islam pada abad ke 8 sudah tercatat di Tiongkok, Mazhab Hanafi baru
masuk Tiongkok jaman dynasti Yuan abad ke 13, setelah Central Asia
dikuasai Jengiz Khan.
Kepergian
banyak Muslim Tionghoa (exodus) dari Tiongkok terjadi pada thn.1385
ketika diusir dari kota Canton. Jauh sebelum itu, Champa sudah diduduki
Nasaruddin jendral Muslim dari Kublai Khan. Jendral Nasaruddin diduga
telah mendatangkan agama Islam ke Cochin China. Sejumlah pusat Muslim
Tionghoa didirikan di Champa, Palembang dan Jawa Timur.
Ketika
pada thn.1413 Ma Huan mengunjungi Pulau Jawa dengan Laksamana Cheng Ho,
beliau mencatat agama Islam terutama agamanya orang Tionghoa dan orang
Ta-shi (menurut prof. Muljana orang2 Arab). Belum ada Muslimin Pribumi.
Pada thn.1513-1514 Tome Pires mengambarkan kota Gresik sebagai kota
makmur dikuasai oleh orang2 Muslim asal luar Jawa. Pada thn. 1451
Ngampel Denta didirikan oleh Bong Swee Ho alias Sunan Ngampel untuk
menyebarkan agama Islam mazhab Hanafi diantara orang2 Pribumi. Sebelum
itu beliau mempunyai pusat Muslim Tionghoa di Bangil. Pusat ini ditutup
setelah bantuan dari Tiongkok berhenti karena tahun 1430 hingga 1567
berlaku maklumat kaisar melarang orang2 Tionghoa untuk meninggalkan
Tiongkok.
Sangat
menarik perhatian karena saya alami sendiri, setidak2nya hingga jaman
pendudukan Jepang, rakyat kota Malang Jawa Timur masih mempergunakan
sebutan “Kyai” untuk seorang lelaki Tionghoa Totok. Kyai berarti guru
agama Islam. Padahal yang dijuluki itu bukan orang Islam. Kebiasaan tsb
peninggalan jaman dulu. Gelar Sunan berasal dari perkataan dialek
Tionghoa Hokkian “Suhu, Saihu”. 8 Orang Wali Songo mazhab Hanafi
bergelar Sunan. Satu dari Wali Songo mazhab Syi’ite bergelar Syeh dari
bahasa Arab Sheik.
Kesimpulan
wajar, para aktivis Islam mazhab Hanafi di Asia Tenggara semasa itu
semuanya orang Tionghoa. Sedikit banyak dapat dipersamakan dengan
penyebaran agama Kristen dari Eropa ke lain-lain benua. Hingga abad ke
19 kaum penyebar diatas tingkat lokal dapat dikatakan semuanya orang
Eropa. Tanah Tiongkok hampir seluas Eropa. Membuat perbandingan dengan
Tiongkok tidak dapat dilakukan dengan salah satu negara Eropa tetapi
harus dengan seluruh Eropa. Seperti juga suku2 Eropa dengan bahasa2nya
berbeda satu sama lain, demikian pula terdapat perbedaan antara suku2
dengan bahasa2nya di Tiongkok. Keunggulan Tiongkok memiliki tulisan
ideogram yang dapat dimengerti meskipun bahasanya berlainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar